Setelah mencatatkan diri sebagai The Phenomenal dalam Editor’s Choice Awards Rolling Stone Indonesia lewat album The Sophomore, Pee Wee Gaskins bersiap untuk menggebrak kembali lewat album penuh kedua bertajuk Ad Astra Per Aspera yang rencananya akan dirilis pada 13 November mendatang. Setiap hari selalu ada kabar yang di-update dengan rajin di laman myspace milik band pop punk asal Jakarta ini (http://www.myspace.com/peeweegaskinsrawks).
Ditemui selepas latihan rutin di sebuah studio di bilangan Gandaria, Jakarta Selatan, Dochi Sadega (bass, vokal), Sansan (gitar, vokal), Omo (synthesizer, keyboard, vokal), Eye (gitar) dan Aldy Kumis (drum) bercerita tentang pesan-pesan seks yang tersembunyi, munculnya instrumen piano di lagu, serta rencana merilis album dalam format kaset.
http://pwg-dorks.blogspot.comTadi saya mendengarkan ada piano yang terselip di antara synthesizer. Aransemen baru?
Sansan: Sebenernya musik kita berubah gara-gara orang Rolling Stone juga sih. Soleh Solihun bilang, “Eh bilangin tu pemaen synthesizer lu, jangan bikin kuping sakit.”
Omo: Awalnya gue sih main piano, tapi baru nguliknya di album ini. Dari album kemaren udah banyak, tapi kan kalo ke panggung cuma bawa synth. Sekarang udah ada keyboard.
Sansan: Sebenernya anak-anak pengen ngasi tahu, lagu-lagu cinta nggak harus cheesy dan minim distorsi.
Dochi: Masih ada nakal-nakalnya sih. Kayak, "jam berhenti di dua belas ku habiskan gelas demi gelas."
Bukan karena mau cari fans baru dari Vierra?
Sansan: Biar beda aja, nambahin unsur baru. Kalo mau nambah fans baru sih gue panjangin rambut aja kayak Kevin, tapi gue sekarang malah potong rambut (tertawa).
http://pwg-dorks.blogspot.comSelain aransemen, apa lirik juga berubah?
Dochi: Kalo dari lirik kita lebih berat dan lebih bikin mikir. Kalo dulu bikin yang berat-berat belum bakal pada ngerti kali ya. Sebenernya ada pesen subliminal sih dari dulu. Seks itu enak. Secara bawah sadar kita bilang seks itu enak dan seks itu nggak salah Sebenernya jahat sih kita, audiens masih under age.. Sekarang kan lebih ke yang berat, kayak negara di lagu "Dari Mata Sang Garuda."
Pernah ada protes dari orang tua fans?
Dochi: Biasanya kalo kita manggung di depan orang tua liriknya kita ubah. Misalnya ada making love on back side your car. Kalo ada orang tua making love-nya kita ganti jadi playing card, jadi nggak ngeh.
Bagaimana dengan rencana format distribusinya?
Dochi: Kita lagi nyoba baru lagi nih, bikin kaset. Ternyata penjualan kaset kalo di daerah gede banget. Sebenernya kalo kita abis launching kan besoknya bisa di-download. Terus kita mikir gimana orang beli fisiknya, kemasannya bukan biasa, layak koleksi lah. Di Twitter masih banyak yang nanya kasetnya ada nggak.
Berarti sudah berhitung rugi juga?
Dochi: Ruginya di mana? Orang yang beli kaset kan berarti dia nggak punya koneksi internet, jadi nggak bisa donlot juga dong. Terus mau bajak CD mereka nggak punya CD player-nya. Jadi ya beli kaset.
http://pwg-dorks.blogspot.com
Pee Wee terkenal dengan fans nya yang militan, tapi di sisi lain yang membenbenci juga banyak. Bagaimana Pee Wee Gaskins menyikapinya?
Eye: Kami nggak punya fans yang militan. Yang militan cuma Seringai. (tertawa)
Dochi: Bagian dari tren aja sih. Belum pernah yang sampai kita lagi jalan mau bunuh. Semua ada negatif ama positifnya. Pengalaman kita manggung paling nggak enak itu paling enak juga. Jadi seru. Dari situ jadi banyak yang aware. Kitanya sendiri nggak ada maksud buat ngasih, tapi kita emang suka ngeladenin. Ditimpukin kita tetep maen. Orang jadi respect bukan kasian. Kita dulu belum tahu cerita dari band lain. Begitu tau kita ngerasa kita nih belum seberapa.
Sansan: Lucunya Dorks ama APWG (Anti Pee Wee Gaskins) itu sama. Kenapa kita nggak bisa ngitung jumlah fans kita karena ada APWG yang berbaur sama Dorks juga. Sama persis. Kadang-kadang mereka berkedok jadi massa-nya band lain juga. Dampak dari TV juga sih. TV kan menurunkan kelas, kita jadi nggak eksklusif lagi. Dulu kan fans punya rasa bangga. Dulu istilahnya fans, cuma gue doang nih yang tau. Tapi setelah ada TV sekarang semua orang tau.
Soal APWG apa itu juga bagian dari manajemen isu untuk menaikkan popularitas?
Reggi (manajer): Sempet ada gosip kayak gitu. Tapi lama-lama nggak dapet job, EO pada takut. Pertama emang bikin orang jadi tahu ada Pee Wee, tapi kan lama-lama anak-anak capek, oranng-orang juga takut ngundang Pee Wee. Mosok kita mau motong rejeki kita sendiri sih.
Pernah berpikir musik Pee Wee Gaskins akhirnya menjadi tren saat ini?
Sansan: Kita sih sebenernya masih melihat keluar, bukan kita yang mulai. Ada mungkin beberapa yang bilang dimulai sama Pee Wee. Tapi kalo ada band di sana yang sama, bukan berarti dia ngikutin Pee Wee kan. Kita sih malahnya pengen influence kita sama kita jalan bareng-bareng. Masalah siapa yang duluan nggak penting.
Bahkan menjalar sampai ke gaya berpakain dan attitude-nya juga ya?
Dochi: Iya, awalnya jati diri gue sih. Karena konsepnya kan Dorks. Dorks itu kan pake kacamataan, nerd-nerd an gitu. Jadi yang tadinya nggak culun jadi di culun-culunin lah.
Dengan pencapaian seperti saat ini, apakah pernah ada niatan untuk pindah ke label yang lebih besar?
Dochi : Kita malah takut buat ke label gede. Sebelum di Alfa ada label yang lebih gede dari Alfa nawarin tapi kita nggak ambil. Kita belajar dari band lain juga. Jualan fisik nggak bagus terus dikalahin. Kenapa Alfa? Karena di Alfa nggak ada band kayak Pee Wee. Hubungan sama label ya kita temen juga. Alfa belajar scene dari Pee Wee, Pee Wee belajar soal bisnis dari Alfa. Sama label lain bakal beda. Kita berhadapan ama korporasi, berhadapan ama duit. Jadi akhirnya gimana bikin musik laku, bukan gimana kita ngejual musik yang kita suka.
Sumber : www.rollingstone.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar